BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 18 April 2013

Titip rindu ayah


Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja di perantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya. Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.

Lalu bagaimana dengan Papa ?
Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari.
Tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk meneleponmu ?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng. Tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan kepada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian ?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil, Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa menganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu.
Kemudian Mama bilang “Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya”
Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka.
Tapi sadarkah kamu ?
Bahwa papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba. Tetapi papa akan mengatakan dengan tegas: “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang”. Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat di penuhi?
Saat kamu pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata “Sudah dibilang! Kamu jangan minum air dingin”.
Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.
Ketahuilah saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja, kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan “Tidak Boleh!”
Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu ?
Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat-sangat luar biasa berharga.
Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu.
Dan yang datang mengetuk pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah mama.
Tahukah kamu, pada saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya.
Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia harus MENJAGAMU.
Ketika seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang kerumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia.
Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu.
Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu ?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir.
Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut-larut, ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam, hati Papa mengeras dan Papa memarahimu.
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang sangat di takuti Papa akan segera datang?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa”
Setelah Lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata-mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti.
Tapi toh papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihan mu tidak sesuai dengan keinginan papa.
Ketika kamu menjadi gadis dewasa, dan kamu harus pergi kuliah di kota lain.
Papa harus melepasmu di bandara.
Tahukah kamu bahwa badan papa terasa kaku untuk memelukmu ?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasihat ini dan itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati.
Padahal papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
Yang papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT... kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah papa.
Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan papa tahu Ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan.
Kata kata yang keluar dari mulut papa adalah “Tidak...Tidak bisa!!”
Padahal dalam batin papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti papa belikan untukmu”.
Tahukah kamu bahwa pada saat itu papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum ?
Saatnya kamu di wisuda sebagai seorang sarjana.
Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberikan tepuk tangan untukmu.
Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”.
Sampai saat seorang teman lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada papa untuk mengambilmu darinya.
Papa akan sangat hati-hati memberikan izin. Karena papa tahu, bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya...
Saat papa melihatmu duduk di panggung pelaminan bersama seseorang lelaki yang dianggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia.
Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi ke belakang panggung sebentar, dan menangis ?
Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian papa berdoa..
Dalam lirih doanya kepada Tuhan, papa berkata:
“Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik....
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik
Bahagiakanlah Ia bersama suaminya..”
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk.
Rambutnya yang telah dan semakin memutih.
Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.
Papa telah menyelesaikan tugasnya.

Jumat, 22 Februari 2013

Sebuah cinta yang tumbuh di Kota Pahlawan


Sebuah cinta yang tumbuh di Kota Pahlawan adalah salah satu karya saya yang pernah di ikutkan dalam kompetisi menulis bersama dwitasari, semoga kalian suka...
saya dengan senang hati menerima kritik dan saran dari kalian yang membaca cerita pendek saya.
Happy reading:) 
--------------------------------------------------------------------------



Beni melihat sebuah foto yang dia ambil dari laci lemari bukunya. Disana terdapat 2 laki laki yang sedang tersenyum tanpa beban. Ya, itu Beni dan sahabatnya Marko.
1 tahun yang lalu....
Teringat percakapan yang tak pernah dilupakan
“Ben, dokter udah mem-vonis aku sewaktu-waktu nyawa aku bisa hilang begitu aja. Penyempitan pernafasan yang udah melekat di tubuh ini semakin mencabik-cabik energi dalam tubuhku. Kamu jangan pernah nangis bro kalau misal aku ngga bisa support kamu lagi di saat ada lomba fotografi, kalau misal aku ngga bisa jadi sainganmu lagi di kompetisi foto. Ngga ada yang bisa melawan maut sekalipun aku berlari dan sembunyi tetap saja ‘ia’ akan mengejarku. Kamu punya tugas, aku titip seseorang yang bisa jadi dia adalah alasan aku bertahan selama ini” kata marko terengah-engah.
“Ko, jangan patah semangat. Aku ngga mau sahabat karib yang selalu bisa jadi beda diantara sahabat sahabat lainnya malah justru menghilang duluan sebelum aku. Kita harus barengan terus bro, tetanggaan dari kecil sampai sekolah bareng, kuliah pun bareng,komunitas fotografer bareng bahkan mati pun kita harus bareng. Selama aku bisa bantu, aku pasti jagain siapapun yang kamu titipin ke aku. Kamu punya pacar ko? Kok ngga cerita ke aku?  Wah nggak asik you ko” ujar beni.
“Hidup ngga bisa milih ben. Kalaupun bisa milih, aku pasti pilih yang ngga berujung kesedihan di mata orang lain. Aku pasti pilih buat bisa barengan terus sama you. Tapi buktinya aku lemah, terbaring ngga berdaya, aku bahkan ngga bisa jagain dia” kata marko.

Masa sekarang.
“Ko, rasanya baru kemarin kita masih kecil masih basketan bareng, rasanya kita baru senang senang bareng gara-gara 1 komunitas. Tapi kenapa sekarang you udah ngga ada di dunia ini. Waktu jahat banget ya ko, waktu mempercepat semuanya. Waktu menghilangkan semuanya. Tapi aku udah ikhlas ko, mulai sekarang titipan you akan ku jaga ko, meskipun aku ngga tau harus kemana buat mencari dan menemukan-nya” ujar beni tersenyum tipis di depan foto.

***

Pertengahan semester 3.
Ada mahasiswa jurusan sosiologi baru pindahan dari malang. Nama-nya desya. Dia duduk di bangku sebelah Beni. Saat perkenalan di depan kelas..............
“Dia cantik, dia humble, dia friendly...................dia” belum sempat melanjutkan perkataannya, Beni dikejutkan dengan uluran tangan.
“Hai, aku desya...” kata desya mengulurkan tangan.
“Hai, aku Beni. Senang berkenalan denganmu”
Setelah perkenalan itu berakhir, akhirnya kelaspun di mulai.... sepanjang dosen menerangkan, desya tenang, memperhatikan tanpa menoleh sedikitpun. “Gadis ini, beda dari yang lain” pikir Beni.
Setelah kelas berakhir. Desya menghampiri Beni yang terduduk di ujung taman kampus.
“Hai beni, boleh aku duduk dan bercerita cerita denganmu?”
“Boleh sya. Ceritakan apapun yang menurutmu ingin kau ceritakan padaku. Anggap saja aku sahabatmu” ujar beni.
“Maaf kalau aku mungkin lancang, tapi menurutku kamu orang yang baik dan bisa dipercaya untuk dijadikan sahabat. Dulu, aku pernah mengenali kota ini walau hanya 1,5 tahun. Kota Surabaya ini walau panas tapi menyimpan banyak sejarah. Memang sejarah negara aku tidak terlalu mengerti, tapi yang aku maksud sejarah itu ya sejarah hidupku. Dulu waktu kelas 1 SMA aku bersekolah di malang. Saat kelas 2 aku pindah kesini sampai kelas 3” ujar desya bercerita.
“Lalu, kamu pindah lagi ke malang ? tidak betah disini karena panas ?” tanya beni.
“Dulu, seseorang yang sangat berharga di hidupku pernah bilang bahwa; Surabaya meskipun sangat panas dan bisa bikin kulit gosong tapi orang yang sudah pernah ke Surabaya pasti merindukannya lagi, makanya aku balik lagi kesini. Aku pindah karena suatu hal terkutuk yang mungkin ngga sekarang aku ceritain ke kamu. Tapi suatu saat nanti aku pasti ceritain kok ke kamu” ujar desya.
Desya ingin menceritakan saat itu juga pada Beni, cuman baginya halaman kampus tempat yang terlalu umum dan terlalu baru baginya.
“Ben aku pulang dulu, sampai ketemu besok. Mungkin besok aku akan mengajak mu pergi keluar dan kau siap kan mendengar ceritaku lagi ?” kata desya
“Aku pasti siap. See you tomorrow”

***

Setibanya dirumah, terbesit di dalam pikiran Beni tentang sahabatnya,marko. Dia masih bertanya-tanya... “jika aku menyukai desya, lalu bagaimana caranya aku menjaga dan membahagiakan perempuan yang di titipkan marko ke aku? Masa iya aku menyimpan pikiran tentang 2 wanita sekaligus. 1 saja sudah rumit bagaimana 2 bisa bisa kesehatan jiwaku terguncang” kata Beni.
“Siapa wanita itu? Siapa wanita yang disembunyikan identitasnya oleh marko. Bagaimana caranya aku bisa menemukannya jika namanya saja aku tidak pernah mendengarnya walau sekali. Tapi yang bikin aku heran dan merinding, marko pernah bilang: ‘kamu ngga usah susah susah mencarinya, kelak waktu yang akan mengantarkannya padamu” ....aneh kan, yang bener aja masa iya tuh orang dateng sendiri, jangan jangan hantu lagi....aaaaaaa” Beni langsung lari keluar kamar.

***

Hari ini beni kuliah pagi. Ada 3 kelas untuknya hari ini. Beni rasanya malas sekali berangkat kuliah karena udara pagi pun sudah terasa menyengat di Surabaya. Jl Ahmad Yani tidak terlalu padat tidak juga terlalu kosong.. sedang-sedang saja. “Tumben, tidak seperti biasanya” batin beni.
Sesampainya di parkiran kampus, Beni mendapat telepon dari Aldo [ketua komunitas]. Aldo bilang kepada Beni, nanti sekitar jam 2 siang akan ada hunting foto bersama tetapi seperti biasa, anggota komunitas disuruh berkumpul di taman apsari [didepan gedung negara Grahadi]. “Bos, saya ngajak satu cewek ya, temen kuliah saya” tanya beni kepada aldo. “Yasudah tidak apa, jangan telat tapi ya bro” kata aldo menyetujui. Beni langsung berjalan menuju kelas dan menyelesaikan 3 kelas.
13.00 wib, selesai semua kelas yang membebani Beni.
“Sya, aku pulang dulu ya. Abis itu kita ke kedai ice cream okay, lalu kamu ikut aku hunting. Kamu suka foto kan?” tawar beni.
“Iya aku suka banget. Okedeh aku tunggu di kantin ya ben”
Beni pun meluncur ke rumah lalu mengambil kamera dan perlengkapannya. Setelah itu kembali ke kampus untuk menjemput desya. Sampai di depan kampus tiba-tiba Beni ‘de javu’ tentang marko, seperti ada bayang bayang mengenai wanita yang di bicarakan marko. Beni langsung keringet dingin dan merinding dan Ia melonjak saat desya menepuk bahunya. Desya tampak bingung dan heran. Akhirnya tanpa berpikir lama, marko mengajak desya menuju zangrandi. [zangrandi adalah kedai ice cream yang dahulu pernah desya datangi bersama marko, ya desya adalah perempuan yang dimaksud oleh marko]. Didepan kedai, desya menatap dengan pandangan kosong matanya berbinar seperti ingin menangis. Beni yang bingung bisa menerawang pandangannya yang kosong dan segera menepuk bahunya hingga desya sadar.
“Ayo masuk sya, terus pesan deh” ujar beni.
Setelah memesan ice cream yang di inginkan, mereka duduk berhadapan.
“Kamu tau nggak sya, banyak orang bilang ice cream disini beda banget dengan ice cream yang dijual di tempat lain, pengunjung yang sudah kesini pasti kesini lagi suatu hari entah itu untuk merasakan ice cream-nya atau untuk sekedar bernostalgia. Ya beli rasa, Ya juga beli nostalgia. Every scoop is memorable. Tapi ada benarnya jugasih, dulu aku pernah kesini sama fanya waktu SMA, fanya itu first love-ku yang meninggal, eh taunya aku kesini lagi walau ngga sama dia tapi sama kamu, tapi sama sama asiknya kok hehe” ujar beni terkekeh.
“Iya benar ben, dulu aku pernah kesini sama marko waktu SMA, tapi sekarang aku malah balik kesini tanpa dia, tapi sama kamu” ujar desya dalam hati.
“Sya, why do you so sad? Beritahu aku apapun itu yang membuatmu bersedih, ceritalah” ujar beni dengan senyum tipisnya.
“Dulu aku punya kekasih, dia beda dari yang lain. Dia bisa membuatku nyaman tidak seperti orang lain. Aku sayang padanya, tapi maut memisahkan aku dengannya. Dia meninggal waktu malam itu dia mau menjemputku saat aku pulang les. Karenaku dia meninggal” ujar desya. Desya pun menangis. Beni tak kuasa menahan sedihnya melihat orang yang disukainya menangis.
“Dia suka fotografi juga kayak kamu, dia pernah ikut komunitas juga, dia selalu suka memotoku diam diam saat kami jalan bersama. Dia...dia istimewa” ujar desya melanjutkan.
“Kekasihmu dulu fotografer? ikut komunitas? Kalau aku boleh tau siapa namanya?” tanya beni.
Desyapun menyodorkan selembar foto.
“Ini fotonya, baca saja tulisan di balik foto itu” kata desya..
“Fafian marko bimantara”..............................”hah? marko? Ini nama nya marko, ini marko sahabat ku.. ini marko..” teriak beni dalam hati. Segeralah di baliknya foto itu. Dan memang benar, lelaki itu marko, sahabat beni.
“Beniiiiii, halo beni. Kamu kenapa?” tanya desya.
“Tidak aku tidak apa” ujar beni berbohong. “Jadi ini, wanita yang sangat disayangi marko, jelaslah desya anaknya berbeda. Jadi kekasih desya adalah marko, iya sya, kamu benar.. marko memang berbeda dari laki-laki lain, aku sangat bangga padanya, dia tidak bajingan seperti cowok pada umumnya, dan aku berusaha menirunya....termasuk caranya membuatmu nyaman ketika dia sedang bersamamu sya” ujar beni dalam hati.
Desyapun menangis. Beni hampir meneteskan air mata.
“Dia meninggal gara-gara aku ben, dia kecelakaan malam itu saat hujan deras. Yang aku tau, marko sangat menyukai hujan. Tetapi kenapa hujan membunuhnya, hujan tak punya hati. Harusnya hujan itu bangga disukai oleh lelaki se baik marko” kata desya dengan jeritan yang semakin mengecil.
“BUKAN KAMU DESYA, BUKAN KAMU YANG MENYEBABKAN MARKO MENINGGAL, tapi marko memang sakit” teriak beni dalam hati.
Jadi selama ini desya tidak pernah tahu jika marko sakit, makanya desya beranggapan marko meninggal karena kecelakaan lalu lintas padahal yang benar itu saat menyetir mobil, sesak nafasnya marko kumat.
“Kontrol omonganmu sya, kamu tidak ada di tempat kejadian kan saat semuanya terjadi , bagaimana mungkin kamu menyalahkan dirimu? Apa karena saat malam itu si marko sedang dalam perjalanan menjemputmu? Jangan salah kan dirimu, aku tidak suka. Ini namanya kecelakaan” ujar beni sedikit menyolot.
“1,5 tahun lebih ben aku masih terjebak di keadaan kayak gini, 1,5 tahun aku masih menyimpan keadaan yang amat berat. 1,5 tahun itu lama kan ben, jangankan buat move on, buat ngelupain aja susahnya seperti mencoba mengingat seseorang yang belum kita kenal” ujar desya dengan isakan yang cukup keras.
“Aku tahu kok perasaanmu tapi jangan pernah jadikan dirimu dan anggap dirimu menjadi orang yang mengalami ini sendirian. Di luar sana banyak yang mengalami lebih tragis dari kamu. Aku juga pernah kehilangan seseorang yang aku sayang, cinta pertamaku dan sahabatku. Cinta pertamaku meninggal karena saat itu dia hendak operasi ginjal kemudian dokter salah suntik dan Ia kejang kejang lalu meninggal. Kamu kira hatiku tidak hancur. Jangankan melihat dia meninggal, melihat dia menangis kesakitan saja rasanya aku sudah ingin menghantamkan kepalaku ke tembok berulangkali. Dan saat sahabatku meninggal, dia sakit, dia mengalami penyempitan saluran pernafasan, dan saat sebelum dia meninggal..dia mengatakan sesuatu yang masih sangat terbesit jelas di telingaku, dia bilang dia sekarang sudah lemah dia sudah terbaring tak berdaya, dia sudah ngga kuat... dan aku pikir, jika aku memaksanya untuk hidup lebih lama, ada berapa banyak rasa sakit yang dia rasakan untuk sekedar menarik nafas dan menghembuskannya, pasti tak terhingga. Makanya aku mengikhlaskannya pergi” ujar beni dengan rintihan kecilnya.
Air mata desya mengalir deras. “aku ngga menyangka kamu yang biasanya bersikap tenang, bisa menangis karena seseorang yang kamu sayangi” ujar desya.
“Dan apa kamu tau, kita mungkin sama-sama punya kesedihan, tapi bedanya aku sama kamu, aku bisa ikhlas karena aku tau hidupku masih panjang dan membutuhkan banyak kebahagiaan untuk hidup, karena aku tau ada kebahagiaan lain walaupun ngga sama mereka, makanya aku ikhlas. Karena aku masih ingin bahagia, makanya aku merelakan semuanya, tidak seperti kamu, kamu terlalu membiarkan hatimu terjebak dalam keadaan sedih dalam waktu yang cukup lama. Apa kamu tau apa yang membuatmu tidak bahagia ? karena kamu tidak mau mengusahakan dirimu untuk bahagia” perkataan yang simpel keluar dari mulut beni. Desya-pun tersadar bahwa ada yang benar dalam perkataan beni.
“Ya ada benarnya juga perkataanmu. Oh ya, kamu pasti tau kan makam peneleh? tepat 2 hari sebelum meninggal, marko janji akan mengantarkan aku kesana dan dia bilang dia ingin mengajakku hunting disana, tapi... 2 hari kemudian tepat di hari yang Ia janjikan untuk mengajakku pergi, dia meninggal..bukan dia yang mengantarkan aku kesana, tapi aku yang mengantarkan dia kesana, melihat dia memasuki liang tanah yang sempit, sampai liang itu ditutupi tanah yang basah...... itu sakit bagiku, tapi aku akan mengikuti apa katamu ben, aku akan mencoba mengikhlaskannya. Marko sampai saat ini belum menepati mengajakku hunting di tempat-tempat asik di Surabaya ben, huhu” ujar desya dengan tampang cemberut.
“Aku akan menepati semua yang dijanjikan marko padamu, aku akan mengajakmu hunting sampai kau benar-benar merasa bahagia. Ayo kita ke taman apsari, sudah ditunggu anak anak” kata beni.
Akhirnya mereka menghapus semua air mata, semua sesi curhat yang membuat orang sekitar mendengarkan pembicaraan mereka yang cukup keras itu terenyuh.
“SAATNYA HUNTING” teriakan kecil desya di jok belakang motor beni membuat beni tersenyum tulus. Kali ini, komunitas ini berkendara bergerumbul layaknya pawai. Tujuan pertama ke kota lama.
Sampai disana........
Beni sibuk menyiapkan berbagai peralatan dan ribet meng-otak atik kameranya. Desya hanya terpaku di depan gedung tua yang besar...dia menganga.
“Wow, amazing......it’s beautiful, aku suka banget” kata desya menghadap ke beni.
Beni hanya mengumbar senyum tipisnya. Lalu mengajak desya sebagai model yang akan di fotonya.
Kota lama adalah kumpulan gedung gedung tua yang besar dan berunsur budaya belanda masih sangat melekat di dalamnya. Dulu di area kota lama ini..pada masa penjajahan belanda, area di sekitar kota lama di jadikan tempat untuk saling melawan antara pasukan belanda dan arek suroboyo[sebutan untuk rakyat Surabaya] tepatnya di jembatan merah....dinamai jembatan merah karena terjadi pertumpahan darah di atas jembatan tersebut.
Setelah kota lama, komunitas ini masih menjelajahi tempat yang masih berbau unsur kuno, tepatnya mereka memilih jalan gula untuk pemotretan. Lagi lagi, beni menjadikan desya sebagai sasaran fotonya.
Jalan gula merupakan kawasan laris yang di gunakan anak anak muda untuk berfoto ria, jalan gula di Surabaya mempunyai daya tariknya sendiri, walau hanya berbentuk gang sempit tapi view disini bagus, terkesan kuno dan masih ada unsur belandanya walau hanya sedikit. Untuk orang yang baru pertama berkunjung ke area kota tua pasti terkesima, untuk yang sudah biasa tetap ada melekat rasa kagum.
4 jam mereka habiskan untuk mengunjungi 2 lokasi hunting yang menawan di kota lama, Surabaya. Sudah pukul 6 malam.. Beni dan Desya beranjak dari Jl gula, Surabaya.
“Kamu mau aku ajak ke satu tempat hunting yang lagi marak banget nih di kunjungi, bisa di bilang tempat ini juga tempat berserjarah, mau ya? Setelah itu kita ke kedai kopi, oke...gimana setuju ?” usul beni.
“Mau, mau banget...”
Lalu, Beni mengajak Desya ke Jl. Tunjungan. Sepanjang jl. Tunjungan, selalu saja ada motor yang parkir karena pengendaranya selalu menyempatkan waktu untuk berfotoria. Beni tidak berhenti di depan Tunjungan City, tapi Beni berhenti tepat di depan Hotel Majapahit, hotel dengan segala kemewahannya dan berbintang lima.
“Sampai deh kita, ayo turun sya, duduk sebentar terus photosession deh buat kamu, khusus hihi. Kamu inget ngga pelajaran sejarah dulu ada materi yang mengulas perobekan bendera belanda di atas hotel yamato?” tanya beni pada desya.
“Ya, aku inget memang kenapa....? nilai sejarahku jelek banget jadi aku sekedar tahu, memangsih ngga banyak hehe” kata desya tersenyum malu.
“Hotel yamato itu ya hotel yang sedang berdiri kokoh di seberangmu ini, dulu hotel ini namanya oranje hotel pada masa penjajahan belanda kemudian diambil alih oleh jepang saat perang dunia ke II yang mencapai pulau jawa..berubah nama menjadi “yamato hoteru” atau “hotel yamato” selama tiga setengah tahun kependudukan jepang, kalau ngga salah tanggal 19 september 1945 orang-orang belanda mengangkat bendera belanda merah,putih, biru di tiang bendera hotel itu tapi orang indonesia menganggap itu sebagai penghinaan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia makanya kerumunan orang Indonesia marah lalu menurunkan bendera itu dan merobek strip biru bendera belanda mengubahnya menjadi “merah putih” bendera Indonesia sekarang” perjelas beni.
Desya diam tak berkutik. “Oh jadi begitu, selain menjadi kota pahlawan, kota Surabaya juga kaya akan sejarah ya... keren banget, apalagi Tugu Pahlawan yang sempat jadi markas kenpetai pada masa pemerintahan jepang dan juga masih banyak bangunan yang kokoh yang masih dipertahankan walau terkadang banyak yang ngga di rawat. Keren banget....” kata desya terkagum.
“Keren kan? Udah puas belum foto-fotonya? Mau langsung lanjut ke coffee corner?” tanya beni. “Aku sih terserah kamu aja ben” jawab desya dengan senyum bahagia.
Beni menikmati banget perjalanan menuju coffe corner bersama desya. Kota Surabaya identik dengan lampu-lampu warna warni di malam hari, sepanjang perjalanan membuat desya tersenyum bahagia dari balik punggung Beni.
“Surabaya indah ya ben kalau malam, bagus banget........maklum dulu waktu SMA disini aku ngga pernah keluar malam he-he” berbisik kepada Beni.
“Romantis banget Surabaya ini....kamu besok aku ajak gowes ya paginya, kan minggu.. terus siangnya aku ajak hunting, malamnya aku ajak dinner......om frans dan tante dilla ngga masalah kan? Lagian mereka sendiri yang bilang kan percayain kamu sama aku hihi” Beni tersenyum malu.
“Aku mau banget cuman kan aku juga tetep izin sama ayah sama bunda hehe” kata desya.
Sesampainya di coffe corner, yang berada di Surabaya bagian timur. Coffe corner ini buka mulai pukul 4 sore, biasanya menjadi tempat tongkrongan anak muda dan mahasiswa sepulang kuliah, biasanya ini tempat tongkrongan Beni.
“Disini harga kaki lima, kualitas bintang lima..sya wahaha” Ujar beni tertawa terbahak-bahak.
“Kamu bisa aja, wah menu nya... nyam nyam” kata desya dengan muka pengen.
“Kamu boleh pesan apa aja asal jangan sisha ya sya, ngga baik” kata Beni.
“Aku belum pernah denger tuh apa itu sisha, apa sih itu?” tanya penasaran desya.
“Sisha itu sejenis rokok, di hisap juga sih kalau ngga salah tapi itu ada rasa nya, ya mungkin rasa buah atau apa... emang lebih enak shisa tapi justru malah kata orang orang sisha lebih berbahaya melebihi rokok” perjelas Beni.
“Oh yaya , I know. Kamu khawatir yaaaaa, hayoo” goda desya pada beni.
“Kamu, kepo aja apa kepo banget...... hayo mau tau ya aku khawatir apa engga , enaknya khawatir apa engga ya” Beni dengan lagak menggoda.
“Khawatir aja loh, kan setidaknya dengan rasa khawatirmu aku bisa merasa lebih berharga” desya berkata tanpa sadar.
“Iya aku khawatir. Aku selalu menganggap kamu berharga sya, jangan ngerasa gitu ah, aku ngga suka” kata beni dengan muka cemberut
“Ah iya iya ben..cupcup jangan ngambek-lah ya” ujar desya dengan nada merayu.
“Aku ngga pernah ngambek kalau sama kamu, udah di nikmati itu yang kamu pesan..” ujar beni.
“Iya, eh ben aku mau tanya deh.. memang setelah first love kamu meninggal, kamu ngga merasa kesepian? Aku aja setelah marko meninggal, kesepian merajalela deh..” tanya desya.
“Kesepian pasti ada sya, cuman aku ngga pernah membuat diriku terjebak dalam kesepian, apalagi sekarang kehadiran kamu menepiskan segala rasa kesepian sya..” ujar beni
“Ah, ben kamu bisa aja... kamu juga kok ben, sekarang kamu yang bikin aku senang, sekarang kamu bisa jadi pengganti marko walau ngga menggeser posisinya” kata desya.
“Bisa ngga sya kita sama sama saling mengisi kekosongan? Kamu mau ngga sya?” tanya beni.
“Kamu ngga perlu tanya aku udah pasti mau benyoooo” ujar desya menjulurkan lidah.
“Ciyusssss? Miapah? Apaan tuh benyo, sebutan buat aku ya..” ujar beni menjulurkan lidah balik.
“Ciyus, Miamu hihi.... iya hahaha, pulang yuk ben... aku mau istirahat, capek.....fuh, besok ngga usah gowes ya ben... aku juga pernah lagian gowes ke taman bungkul, taman lautan cinta kalau malam..ya, kan? Hehe” ujar desya tersenyum tulus.
“Yaudah, siang aja ya kita jalan ya bawel. Iya benar banget haha, udah yuk pulang”
Akhirnya malam ini menjadi malam yang indah buat mereka. Malam dimana semuanya berjalan indah secara terarah walau belum tentu arahnya kemana.
Bagi beni dan desya ini sebuah mimpi indah yang disaat mereka terbangun, semuanya masih terasa indah, masih membekas dan belum hilang....
“OOH GOD! Thank you for waking me up this morning with a feeling of happiness! SURABAYA.....YOU’RE ROCK! Surabaya, aku ngga pernah sebahagia ini..... isi kotamu membuat hidupku lebih berbeda dari sebelumnya, isi kota membuatku menikmati setiap dari bagiannya bersama orang baru yang berharga kedua setelah Tuhan,keluarga dan marko!” ujar desya di depan cermin setelah bangun tidur.
Memang benar kata orang, hati yang senang pada malam hari terasa lebih ringan saat membuka mata pada pagi hari, semua terasa amat sejuk dan indah.
Desya menyiapkan segala baju,sepatu,topi untuk persiapan hunting dengan dijurui oleh kekasihnya sendiri. Dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyiapkan semua sementara Beni dirumah masih tertidur pulas bersama mimpi yang memeluknya dari semalam.
“Beni banguuuuuun” teriak desya di telepon saat Beni mengangkatnya.
“Iya ini aku mau mandi makan terus jemput kamu, kamu ngga sabaran banget ya buat hunting.......?” tanya Beni dengan nada masih lemas.
“Kan special day kedua ben! Buruan aku sudah siap nih”
“Buset, rajin banget nih bawel. Iya selesai semua aku langsung kesana, bye” ...tut...tu..tuut. akhirnya telepon pun di tutup. Selang waktu 2 jam lebih 12menit, Beni datang...
“Hai bawel, maaf ya bikin 2 jam menunggu, jalanan lumayan macet di sekitar dolog hehe, langsung berangkat aja yuk keburu kesiangan” ujar beni tersenyum paksa.
Akhirnya tanpa berpikir lama, mereka berdua berangkat ke daerah bundaran dolog yaitu, taman prestasi dan ke daerah rungkut yaitu hutan mangrove.
“OH, aku dulu pernah kesini sama marko waktu kelas 2 SMA, kalau malam bagus banget lampunya warna warni, kaya pelangi......” ujar desya
“Aku tau alasan marko mengajakmu kesini, karena marko suka pelangi kan” ujar Beni dalam hati.
“Disini membosankan , kita lanjut ke mangrove aja yuk, sudah jam 3 sore nih..macet di jalannya doang...” bujuk beni.
Akhirnya mereka menuju hutan mangrove yang alami... untung waktu itu mendung jadi tidak panas, karena mangrove ini terdapat di bagian ujung di mana kota Surabaya kalau siang panas banget....
“Bagus ya...gimana kalau kita foto berdua?” usul desya.
“Boleh.... kamu depan deh, kamu yang pegang slr-nya, aku di belakang.....” ujar beni
 1,2,3 cheseeeeeee....klik, bunyi potret pun terdengar...dan mereka terus melakukannya berulang kali dengan gaya yang terus berubah sehingga tak terasa hari pun mulai sore.
“Ben mau hujan, tapi masih sempat kan kamu mengantarku ke suatu tempat” pinta desya. Beni tak menjawab tetapi mengikuti apa mau desya. Desya mengajak beni ke makam marko. Saat itu suasana sedang hujan lebat. Sampailah mereka di depan makam marko.
“Hai ko, aku datang bersama sahabatmu” ujar desya
“HAHHH? DARIMANA KAMU TAU KALAU AKU.............” ujar beni terkaget.
“Kalau kamu sahabatnya marko? Marko yang cerita, marko juga yang bilang kalau sahabatnya yaitu kamu bakal ngambil kuliah jurusan sosio, dan marko menyarankan agar aku sekampus sama kamu soalnya biar ada yang jagain aku katanya, soalnya dia mau ngambil jurusan ekonomi waktu itu” perjelas desya.
“Jadi selama ini kamu udah tau sya? Maaf ya...aku ngga bilang waktu itu”
“Ngga apalah....Ko, ada Beni disini..... sekarang ada Beni yang jagain aku, aku tau ko kamu sudah meninggal dan ngga tau apa apa, tapi aku cuman ngasih tau meskipun kamu ngga bisa dengar aku berbicara. Selamat tidur pulas ko...disini hujan, aku tau kamu pasti menikmati tapi aku sudah kedinginan, aku pamit dulu ya ko” ujar desya
“Sob, pamit ya.... cewek lo aman sama gue” ujar beni dengan logat jakarta gaulnya.
Desya dan Beni bun berbalik badan untuk berjalan pulang, tetapi perlahan rintihan hujan  berhenti menetes...langit perlahan cerah, dan desya menatap langit... ada pelangi disana.
“Apa ini pertanda marko bahagia ?” –Beni


END

Minggu, 20 Januari 2013

vulnerable and lost

Apa pernah aku berharap agar di berikan sebuah hal buruk oleh sang pencipta ?
setiap manusia pasti menginginkan yang terbaik dalam hidupnya, sekalipun itu aku
waktu aku kecil, aku pernah berpikir "apa orang bengis akan selamanya jadi bengis ? apa orang bajingan yang suka menyiksa nantinya bisa menjadi seorang penyayang yang lembut?"
dalam keheningan di masa kecil, aku pun bertanya di depan cermin "apa nanti malaikat penjaga ku akan membiarkan aku terjatuh,kesakitan dan menangis? apa ia akan pergi meninggalkanku?"

Nyatanya,
semuanya telah terjawab, waktu tak pernah diam dalam menjawab segala pertanyaanku
manusia bengis yang pernah terlintas di pikiranku, pada masa kini..Ia telah menjadi penjahat kelas kakap, ia banting semua kebahagiaanku, ia seret aku ke lubang penderitaan, ia maki-maki aku, ia porak-porandakan segala penyebab senyumku.
sementara itu, di sisi lain, malaikat penjagaku selama ini, ia hilang, ia ada didalam kenyataan, namun dia menjadi pribadi yang diam, yang tak kukenal, yang tak menolongku lagi seperti saat manusia raksasa bengis itu mencambukku dengan api kebencian.

Mana bisa sebuah malaikatku berubah menjadi orang yang nantinya akan ku benci ?
Disini, di tempat aku berada sekarang, tak adalagi cinta.
tak ada benih cinta yang tertanam di tengah tengah tempat sempit ini.
takkan ada kebahagiaan, bila tak ada cinta didalam-nya.

Apa aku penyebabnya ? Apa aku parasit ?
Inginku berlari ke bukit tinggi, dan meneriakkan segala endapan di hati, aku menangis, aku menjerit, apa kau mendengar tangisku ?
tangisan yang pecah akibat perpecahan ini ?
tanganku menghapusnya, dan kemudian tangan lemah ini menyentuh bagian bagian alphabet di mesin ketik sampai bercak air mata pun membekas disana, dan juga membekas di hati.

Jangan salahkan aku jika aku berbalik pergi..
penderitaan tak patut di pertahankan jika akan semakin menyiksa batin..
jangan cari aku jika aku hanya di targetkan menjadi sasaran amukan, jangan cari aku bila aku hanya dijadikan korban kemunafikan.




- Rebecca -

Rabu, 16 Januari 2013

Hanya waktu yang bisa menjawab


Jika hidup bisa memilih, saya akan memilih yang terbaik..
memilih untuk tidak ditinggalkan orang tercinta, memilih untuk menghindar dari perpisahan
memilih untuk tidak mengenal caranya menitihkan airmata..
tapi sayangnya, ini realita, hidup nyata, bukan negeri dongeng dengan segala cerita fiksinya.
ini realita, hidup nyata, alur hidup asli bukan alur hidup cerita indah di dalam sebuah novel romance atau film haru.
Kalau bisa milih, saya mungkin akan memilih hidup tidak pada dunia keras, tanpa bentak-kan dan paksaan, tanpa singgungan dan sindiran.
Saya terlalu menghayati peran dalam menjalani hidup, peran sebagai anak kecil yang tak pernah di hargai oleh dunia sekitar sekalipun dengan keluarga saya sendiri.
KENYATAAN ITU MIRIS, MENYAKITKAN, PENUH TANGISAN. tapi bermimpi, berkhayal lebih menyakitkan, karena melalui mimpi tak ada ada kenyataan, kita hanya bisa bermimpi tanpa melihat realitas kehidupan.
Mungkin kehidupan mengajarkan segala artinya, arti bahwa kita diciptakan untuk berusaha dan berjuang meskipun jatuh dan tertimpa bangunan berkali kali tapi sifat optimis saya me-yakinkan saya bahwa ada waktu-nya untuk segala kesenangan maupun kesedihan, ya jelaslah, waktu adalah jawabannya.

Kamis, 03 Januari 2013

Bukan ini mauku


Tahun 2001...

“Gimana kalau liburan sekolah davina kita main ke ancol ma? “ tawar papa saat berduduk santai sembari meneguk segelas kopi hitamnya.
“Boleh, lagian di umur davina yang masih 10 tahun ini dia pasti suntuk dan obat suntuk buat anak kecil itu cuma main pa...” ujar mama sembari tersenyum tipis
“HOREEEEE kita ke ancooool” jawabku dengan senyum kegirangan melonjak lonjak di atas karpet ruang tamu.
“siap siap sana sayang, .. ma bantuin davina menyiapkan segala kebutuhannya ya” ujar papa kepadaku dilanjutkan kepada mama.
“pastilah pa” jawab mama.
Ya, anak kecil.... belum ada beban, pikiran masih sempit, belum bisa berpikir kedepannya, belum ada masalah yang muncul dan kerjaannya hanya bermain, bermain dan terus bermain.

Tahun 2004...
Disaat umurku yang telah menginjak 13 tahun, problem seketika bermunculan. Biasanya problem anak SMP yang duduk di bangku kelas 2 paling kalau tidak soal pertemanan, persaingan ya mungkin percintaan.
Aku di cap anak pintar di SMP, sehingga banyak teman ku yang merasa tersaingi olehku padahal kenyataannya aku tidak pernah menganggap atau bahkan menjadikan mereka sebuah rival di dalam persaingan prestasi sekolah, tidak pernah, bahkan aku tidak akan pernah melakukan hal itu.
Guru guru di sekolah selalu memperlakukan aku berbeda dengan murid lainnya padahal di hadapan murid lainnya, guru-guru selalu bilang begini “kalian sama pintarnya dengan davina argantara, ibu atau bapak guru tidak akan berlaku beda dengan kalian maupun dengan davina”. Tapi dalam realita, omongan bapak ibu guru itu hanya fiktif belaka, layaknya seorang penulis yang berjanji memberikan dongeng terbagus untuk anak kecil tetapi tak mampu mewujudkannya dengan sempurna.
Ya, benar sekali. Di sekolah aku diberlakukan seperti anak emas, benar kata teman sekelasku,
“Lihat tuh davina, gue tau, dia mungkin pintar ngga kaya gue yang bego tapi disini gue, kalian bahkan davina sama sama belajar, kasta kita dengan davina sama tetapi kenapa guru guru menganggap davina seperti anak emas? Atau mungkin anak berlian? Toh di sekolah ini kita sama davina sama sama belajar dan sama sama bayar kan, ini namanya ngga adil”
Aku selalu berusaha menempatkan posisiku di tempat yang aman. Tapi kenapa aku selalu salah di mata mereka ? Jadi bodoh, mungkin hal yang bisa membuat teman temanku senang, tapi hal yang daridulu ku percayai adalah, Tuhan tidak pernah menciptakan manusia sebagai makhluk yang terlahir bodoh. Bodoh itu karena malas, karena tak ada usaha dalam diri.
Apa aku jadi malas saja ? mungkin teman teman akan banyak yang mengajak ku main, karena biasanya bangku SMP kelas 2 itu adalah masa masa dimana anak SMP mulai memberontak dan malas-malasan terhadap pelajaran, tapi resikonya mungkin nilai ku akan jelek, tugasku akan terbengkalai dan guru guru akan membenciku.
Apa aku harus tetap menjadi pintar ? dimana teman teman membenciku dan tak satupun mau mendekat padaku, tetapi  justru guru guru menyayangiku ?
Tuhan menempatkan aku di zona ketidaknyamanan. Bukan ini jalan cerita hidup yang aku inginkan.
Aku termenung memandangi langit-langit kamar.
Aku teringat oleh fanya. Fanya adalah sahabat kecilku, temen sebelah rumahku saat aku belum menempati rumah baru yang kutinggali sejak aku kelas 1 SMP. Dulu aku dan fanya satu sekolah saat TK,SD. Tetapi SMP kami berpisah. Dulu aku tinggal di Bandung, tetapi sekarang aku tinggal di Ibu Kota Negaraku, Jakarta.
Saat SD aku belum memiliki handphone, begitu juga fanya. Jadi bagaimana aku bisa mengetahui nomor handphone nya saat ini jika saat itu saja kami tak pernah sesekali membicarakan tentang nomor handphone. Akhirnya, aku dan fanya lost contact sudah 2 tahun, aku membutuhkannya, tidak untuk sekarang saja, mungkin juga sampai saat rambut kami sudah berubah warna menjadi putih atau mungkin sampai saat kami melihat cucu cucu kami berada di pelaminan. Ah, terlalu panjang pikiranku.
Aku berusaha menceritakan kepada papa dan mama. Akhirnya mereka mengerti, dengan sangat berhati-hati mereka mencoba merangkulku dengan lembut, menempatkan aku berada di tengah tengah kehangatan obrolan mereka. Mereka memberikan sebuah solusi yang tidak terlalu berat untuk ku lakukan. Mama dan papa, mereka pahlawanku.
“lakukan apa adanya saja nak, cukup diam bila kamu tidak merasa memiliki salah, bantu mereka di saat mereka kesusahan dalam pelajaran tapi jangan mau dijadikan babu untuk mengerjakan tugas tugas mereka” ujar mama memberi solusi.
“bergaul-ah sebisamu davina, coba tempatkan posisimu di tengah tengah mereka yang membutuhkanmu, sehingga mereka bisa membuka matanya lebar-lebar bahwa kamu datang kepada mereka bukan untuk menjadi rival, melainkan menjadi teman yang berguna, menjadi bidadari penolong bagi mereka” lanjut papa menambahkan.
“percayalah, kejadian ini hanya terjadi sementara, saat kamu SMA nanti, kamu akan menemukan teman yang lebih bersifat dewasa ketimbang di SMP, mereka sudah bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk” kata mama.
Segala omongan renyah mereka aku saring dalam otakku lalu aku masukkan ke dalam hatiku, pembangkit semangat walau hanya melalui kata kata, ya itulah papa dan mamaku, mereka bijak, sebijak perlakuan mereka saat masa muda, saat mereka mengalami kejadian yang ku alami sekarang.
Tahun 2006..
“Ngga terasa umurku sudah 15 tahun ma, aku sudah memakai seragam SMA, dan ini hari pertamaku menginjakkan kaki di sekolah...” ujarku pada mama yang sedang menyiapkan sarapan.
“Waktu terus berjalan sayang, dan segala masalahmu di tuntaskan oleh waktu, bukan?”
“Iya ma hehe, semoga di SMA omongan mama benar ya, bahwa aku menemukan teman yang bersifat dewasa”
“Semoga itu benar terjadi nak” ujar mama tersenyum sembari mengelus kepalaku.

***
Di tarunabakti perkasa senior high school..
Aku turun dari mobil, dan menginjakkan kaki ku di lobby SMA swasta yang keren ini, sekolah ini asik... tata letaknya, lingkungannya, bukan seperti gedung sekolahan pada umumnya, tetapi lebih mengarah pada universitas, ya mirip sebuah kampus. “wah bakalan nggak canggung nih kalau udah jadi mahasiswa nanti, udah kebiasaan masuk di gedung kaya beginian sih dari SMA” ujarku terkekeh dalam hati.
Aku tidak menyadari begitu banyak sorot mata yang memandangiku sejak aku turun dari mobil milik papa. Apa ada yang salah dengan seragam imut kun ini? Ya, seragamku imut, seperti seragam di sekolahan korea hihi..
Malah justru ada lelaki yang berbisik kepada teman ngobrol di sebelahnya; “cantik men, mulus... model kali nih cewek”
“berbisik kok dengan volume yang bisa terdengar olehku?” batinku.
Tiba tiba segerumbulan anak cewek angkatanku bergiliran menjabat tanganku, mereka ingin berkenalan denganku,” inikah teman yang baik?”ujarku dalam hati.
“Tuhan, aku tak pernah sekalipun diperlakukan hangat dan istimewa oleh satu temanku pun terkecuali oleh fanya. Teman baruku; tiffany, dera, nia... dan sebentar-sebentar ada sosok yang menjamah pundakku dengan halus, dia cewek, mukanya tidak asing, namun aku mendadak lupa.
“Heiiii..” sapanya lembut.
“Hei juga, apa sebelumnya kita pernah kenal?” tanyaku padanya
Ia mengulurkan tangannya.
“Kenalin, aku fania rasya kurniadiantoro... panggilannya fanya, Hai davina argantara”
Tenggorokan ku tercekat. Mataku menjulur keluar. Aku menganga. Rasanya ini mimpi.
“Cubit gue sekali aja” ujarku yang tak sengaja menggunakan bahasa gaul anak jakarta.
Seketika fanya langsung memelukku.
“Aku kangen banget sama kamu, argaaaa”
“Eh sotoy, namaku davina, emangsih ada arga nya tapi panggilannya bukan arga, huh” ujarku memasang muka cemberut.
“Kumaha damang? Ngga nyangka banget ketemu kamu disini, aaaah” ujar fanya
“PLISSSSS fanya, sejak kapan aku bisa bahasa sunda, tinggal di bandung bukan berarti bisa bahasa sunda, aku aja lahirnya di Surabaya, huft...”
“Hahaha, iyaiya maaf.. apa kabar? Cantik banget kamu dav, ngga nyangka sekarang udah kaya artis aja, ngga salah deh kalau daritadi aku di ujung papan mading ngeliatin kamu di kerubungi anak anak cewe angkatan baru kaya kita”
“Mereka aneh banget ya, padahal kan aku biasa aja” ujarku.
“Kamu ngga berubah ya, tetap aja tukang merendah... eh iya kebetulan om ku staff Tata Usaha di sekolah ini, aku lihat daftar kelasnya, aku masuk di kelas X-A , sama anak cewek namanya davina argantara, aku mau ah sebangku sama dia”
“HAHHH? Ciyus? Yesss asik asik kita sebangkuuuu” ujarku kegirangan
“Peluk dulu dong fania nya..” ujar fanya menegakkan alisnya
AHHH fanya, langsung ku memeluknya. 2 sahabat lama yang menyatu kembali, sekelas kembali, duduk sebangku kembali, OH TUHAN, ini indah sekali.

Tahun 2008.....
17 tahun.
Papa mulai sibuk menjalankan bisnisnya, nyaris setiap 2 bulan sekali, papa selalu ada proyek di luar negeri. Di dalam negeri, ada 3 perusahaan papa yang harus di urus, demi membantu kelancaran bisnis papa, mama ikut turun tangan, mama yang dulu menjadi ibu rumah tangga biasa sekarang menjadi direktur perusahaan, sama seperti papa. Sekarang mama wanita karier.
Mama & papa sepakat memperkerjakan 2 pembantu untuk bersih bersih rumah, 1 tukang kebun, 3 supir pribadi, untuk papa , mama , dan aku [anak tunggal mereka].
Sekarang rumah kami pindah lagi, mungkin atas dasar kesuksesan papa dan mama, makanya kami pindah di kawasan perumahan elite yang lengkap dengan taman super lebar di bagian depan dan belakang rumah, dan juga di lengkapi dengan gazebo [tempat duduk seperti gubug] di pinggir area kolam renang. Aku terpaksa ikut senang. Dikelilingi harta yang berlimpah tidak membuat kebahagiaan ku datang dengan tiba-tiba, mungkin bagi sebagian banyak orang; menjadi anak seorang pengusaha kaya yang bolak balik keluar negeri dan memiliki aset perusahaan yang banyak adalah kenyamanan tersendiri, tapi tidak untukku. Aku suka hidupku yang biasa biasa saja, yang sederhana, yang di selimuti dengan kehangatan keluarga bukan kekayaan keluarga.
Aku suka hidupku yang setiap pagi menyantap sarapan buatan mama, bukan buatan bibi pembantu.
Masa laluku lebih indah... aku menginginkannya kembali, walau aku harus merasakan di cemooh lagi oleh sebagian teman SMP-ku tapi saat itu aku memiliki papa mama yang ku mau, papa mama yang mampu melindungi-ku dari serangan meteor yang bisa membunuhku. Hidupku yang dulu, kembalilah..






[Lanjut ke >> “realita yang membunuh”]


Realita yang membunuh


Kelas 3 akhir SMA...

“Dav, kok kalau gue lihat lo perfect banget sih, udah cantik, kayak artis, anak orang kaya, koleksi gadget lengkap, pintar nya jenius lagi.. gue pengen jadi lo dav” ujar tiffany
“Tif, aku menyayangkan dari kamu; kamu kok kurang mencintai dirimu sendiri ? syukuri apa yang ada lah tif, perkiraan kamu salah, aku ngga menikmati segala kekayaan dari orang tuaku, memang segala kebutuhanku selalu tercukupi, tapi yang aku butuhin malah hilang” ujarku
“Tapi kepintaran lo ngga hilang kan? Nilai unas lo aja tertinggi satu sekolah, gadget lo buanyaaaaak, ada iPad, iPod, handphone lo apple iPhone keluaran terbaru, bb pun lo punya, Mac, Slr, yaaaaaaampun tuan putri banget deh lo pokoknya” ucap dera
“semua gadget itu aku ngga minta kok, papa selalu bawain itu kalau abis pulang dari luar negeri, jadi numpuk deh di rumah, aku juga ngga sering makai itu gadget kok, kebanyakan main gadget bikin kegunaan otak jadi turun, alhasil otak jadi down dan bisa bikin bodoh, memangsih main gadget bisa disangka anak eksis banget, tapi aku ngga suka gitu, punya handphone satu yang warna layarnya kuning sama ngga ada kamera aja aku udah lebih dari cukup kok, kan kegunaannya buat telepon dan sms doang” ujarku mulai gerah
“udah ya, kalian jangan muji barang barang yang bukan milikku, kalian boleh muji kalau aku udah sukses nanti” melanjutkan perkataanku yang tercekat tadi.

Fanya langsung menarik tanganku untuk menghindari percakapan dengan mereka lebih lanjut.

“kelihatan sekali mereka matre, mereka juga main kerumah mu cuma buat minta bantu kerjain pr dan minjem gadget buat ngeksis di dunia maya kan dav?” tanya fanya berbisik
“udah lah fan, lagian aku ngga keberatan tapi seenggaknya aku tau kalau mama bohong” jawabku
“mama mu bohong? Bohong gimana maksutmu?” tanya fanya penasaran
“ya mama bilang waktu aku SMP, bilang bahwa teman SMA lebih bisa memilih mana yang baik dan buruk, lebih bisa nerima temannya apa adanya dan kalau aku lihat sih yang di bilang mama ngga ada di dalam diri tiffany, dera maupun nia atau teman lainnya, yang di bilang mama cuman ada di dalam diri fania rasya kurniadiantoro”
“AHH makasih banyak kalau kamu beranggapan seperti itu, aku tulus berteman sama kamu soalnya kamu juga tulus sama aku dav hehe” ujar fanya tersipu malu
“TAPI KENAPA MAMA HARUS BILANG KAYAK GITU, cari temen bener bener susah fan,nyatanya coba lihat tiffany,dera dan nia.. mereka masih sangat palsu, mereka itu fake friend! Oh my God!  apa mungkin kata kata mama cuman buat nenangin aku yang pada waktu itu lagi gelisah? Untungnya kehadiran kamu lebih bisa mengontrol emosiku, ah sudahlah aku tidak mau memikirkan wanita dan pria yang lebih berpihak pada kariernya dan tidak memperdulikan anaknya” ujarku dengan perasaan kacau.



Tahun 2009.
“kita kuliah bareng ya fan, kan universitas yang kamu pengen ngga jauh dari rumahku jadi kamu menginap di rumahku ya, papa mamamu pasti ngga masalah kan udah kenal sama keluargaku hihi” tawarku pada fanya.
“Iyadeh, lagian aku kasian sama kamu, tinggal di rumah sebesar ini hanya dengan 4 orang itupun 2pembantu, 1 tukang kebun sama 1 supir, pasti kamu ngga ada temen ngobrol” ujar fanya mengasihani
“kamu pengertian banget fan, ngga jauh beda dengan saat SD dulu” ujarku langsung memeluk fanya

***
Papa dan mama sudah tidak peduli, mereka tidak membantu menguruskan seperti saat aku masuk SMA, saat indah itu, mama yang menyetrika seragam imut SMA ku dengan tangannya sendiri, memasakkan sarapanku dengan tangannya sendiri, papa yang mengantarkan aku dengan mengemudikan mobil menggunakan tangan, kaki dan matanya sendiri.. sekarang? Aku hanya di bantu oleh seorang bibi pembantu dan seorang supir pribadi, kemana papa mamaku yang dulu? Yang selalu menyempatkan waktunya untuk membuatku menyunggingkan senyumku untuk mereka, KEMANNNNNAAAA SEMUA YANG INDAH?
Aku daftar di perguruan tinggi yang udah papa & mama targetkan untukku. Okay aku turutin. Papa & mama menyuruhku mengambil jurusan ekonomi agar aku bisa mengikuti jejak mereka sebagai pengusaha, sayangnya jiwaku bukan disitu. Jiwaku terletak di sastra dan desain.
“Fan, enaknya aku masuk desain grafis atau sastra indonesia ya?” tanyaku
“Kamu enaknya dan nyamannya dimana ? aku sih terserah kamu, yang ngejalanin kan kamu masa harus ngikuti pendapat orang  lain, tapi bukannya papa mamamu nyuruh ngambil ekonomi ya?” tanya fanya berbisik
“Ngga usah pake bisik bisik, ngga bakalan ada yang denger ini rumah kan sepi, aku sih pengen ya desain grafis karena sastra aku udah cukup mahir di SMP dan SMA buktinya udah cetak buku hehe, tunggu deh kamu sendiri kan yang bilang, aku yang ngejalanin mana mungkin aku ngikutin omongan orang lain sekalipun itu orang tuaku sendiri.” Jawabku dengan jelas
“Iyeiye, kamu semuanya mahir dav, kamu kan jenius nya udah di ambang kelebihan batas WAHAHA, aku sih lebih suka kamu jadi penulis tapi ngga ada salahnya kamu jadi editor yang bergerak di bidang desain cover buku mungkin, sebenarnya desain itu gabungannya sama foto sama sastra, pasti berkelut sama itu itu doang jadi yang kamu pengen ngga bakalan melenceng jauh kaya dari sastra ke ekonomi.. yaudah ikutin kata hatimu aja, okey aku selalu dukung kok” ujar fanya.
Fanya mengambil jurusan informatika. Aku bisa saja sih menyamai fanya mengambil jurusan itu tapi rasanya kurang srek.
segala biaya udah di transfer papa ke rekeningku, aku pergunakan uang itu dengan baik, dengan mendaftar jurusan desain grafis.
***

Papa telepon..
“Davina, gimana.. kamu jadi ekonomi kan?”
“Engga pa, davina ngga suka.. davina ambil desain grafis” jawabku halus.
“Kamu ini bagaimanasih, jangan seenaknya sendiri, kami sudah menargetkan ekonomi untuk kamu, kamu ini harus jadi sarjana ekonomi bukan desain grafis, kamu mau jadi apa ? gelandangan? Tukang edit? APAAA? Ujung ujungnya juga bakalan lontang lantung kamu” nada bicara papa meninggi. Kedengarannya kasar. Fanya di sebelahku melongo kebingungan yang sedari tadi mendengar percakapanku via telepon yang di speaker.
Fanya mengelus-elus dadanya sebagai isyarat aku harus sabar dan tidak terpancing emosi papa.
“Pa, aku yang ngejalanin, kalau aku ngga suka kalau aku ngga nyaman hasilnya juga bakalan nihil pa, papa tau kan, kerjaaan dan segala aktifitas akan berujung indah kalau dijalani dengan hati, davina tau.. papa suka sekali menjadi pengusaha makanya papa sukses sekarang, karena papa menjalani-nya dengan hati, tapi davina bukan papa, yang suka mengejar kesuksesan sehingga menimbun kekayaan yang memicu hadirnya ketamak-an dalam diri, maaf pa” ujarku dengan lembut. Aku tau bagaimana cara berbicara yang baik dengan orang tua. Tapi papa ngga tau bagaimana cara yang baik berbicara dengan anaknya tanpa dengan nada kasar sedikitpun.
“KAMU SEKARANG SUDAH BISA MENGAJARI PAPA ? SASTRA YANG MEMBUAT KAMU PINTAR BERBICARA SEPERTI SEKARANG? Ikut acara debat saja kamu, asalkan jangan berdebat dengan papa. Papa akui davina, kamu memang anak yang jenius, mampu berkelut pada segala mata pelajaran apapun tapi ekonomi itu akan membawa hasil yang baik untuk kamu nantinya” nada kasar papa melunak.
“Tapi bagaimana jika davina tidak bisa mencintai ekonomi? Sama saja davina menghancurkan masa depan davina, membuang buang waktu davina untuk mempelajari ekonomi selama 4 tahun tapi tak berguna juga nantinya” ujarku
“YASUDAH, TERSERAH KAMU, SUSAH BICARA DENGAN ANAK YANG BARU MENCOBA MENG-INJAKKAN KAKINYA DI DUNIA ORANG DEWASA, papa telepon kamu bukan untuk berdebat davina, kalau itu mau kamu, papa ngga mau tahu, terserah” nada kasar itu terulang lagi sehingga nada terputusnya telepon terdengar nyaring di tengah tengah keheningan.. tut tut tut tut....
Tetes demi tetes berjatuhan, air mata. Air mata yang tertahan  mencoba berlomba lomba menjatuhi pipi. Ini air mata kepedihan, “SEJAK KAPAAAAAAN PAPA BERUBAH MENJADI MONSTER YANG KASAR? YANG MENYAKITI MANUSIA DENGAN MEMBANTINGKANNYA KE ASPAL?” jerrrrrit gue di kasur. Di hadapan fanya, sahabatku. Fanya terdiam melihatku terpukul. 2 pembantuku kaget lalu menelepon mama yang sedang beda tempat kerja dengan papa.
“ku rasa, semuanya berubah semenjak papamu mengenal kesuksesan, aku mengenal om bram, sekalipun Ia tak pernah berlaku kasar kepada anaknya...aku sangat mengenal om bram, dia papa yang penyayang, sangat menyayangi davina argantara, anak tunggalnya” ujar fanya..
Aku termenung mendengar perkataan davina. Lamunanku terpecah saat handphone ku berdering, saat mama meneleponku.
Hatiku sudah di selimutin dengan perasaan amarah, emosi yang meluap-luap. Tanpa sadar aku mengangkat telepon mama dengan nada yang meninggi.
“APA MA? MAMA JUGA MAU MEMAKSA DAVINA UNTUK MENGAMBIL EKONOMI SEBAGAI PENUNTUN MASA DEPAN DAVINA? MAMA MAU MEMARAHI DAVINA DENGAN KASAR SEPERTI PAPA BARUSAN? MAMA SAMA PAPA SAMA SAJA, tak ada pengertian” ujarku kesal
“Davina dengar mama, papa hanya terpancing emosi sayang, kata bibi kamu menangis menjerit jerit makanya mama khawatir dan langsung nelpon kamu” ujar mama dengan lembut
“Mama khawatir ? jangan hanya bicara ma, buktikan! Mama pulang sekarang kalau mama khawatir, tenangin davina disini maaa” ujarku mendesah pedih
“Sayaaang mama banyak kerjaan, maaf mama belum bisa pulang”
Seketika jari jariku refleks memencet tombol mematikan telepon. Sudah muak dengan kata ‘sibuk’. OOH SEKARANG ANAK MAMA DAN PAPA NAMANYA BISNIS, BUKAN DAVINA LAGI, jelas aja bisnis terus yang di urusin.
Seketika fanya memelukku saat aku sudah mulai kehilangan arah. Saat aku mulai larut dalam kekacauan yang orang tuaku buat.
Ini dia sahabat sejati, yang asli, murni , tulus, tanpa dasar apapun. Mengerti, tidak matre, tidak pernah mengolok-olok ku meskipun berupa lelucon kecil.

“ku rasa hidupku belum berakhir, masih ada berbagai permasalahan yang menungguku di hari esok” ujarku.




“[lanjutan di >> “Serpihan kisah masa lalu"]

-Rebecca

Serpihan kisah masa lalu


Awal pertengahan Tahun 2009...

Semester awal di mulai. Jelas saja semua mata selalu tertuju padaku. I don’t know why. Aku aku menakutkan di mata mereka ?
“Davinaaaa, kamu artis ya sekarang? Kok udah masuk majalah sama koran aja?” ujar salah satu mahasiswi angkatan di atasku yang tidak ku kenal.
“Apa ya maksutnya ? aku ngga tau ?” ujarku bingung..
“Ini kamu liat sendiri aja” ujar mahasiswi itu sembari menyodorkan koran yang bercover foto davina dengan tulisan ‘Anak pengusaha Kaya yang berotak jenius, penulis muda yang berkelut di bidang sastra, davina argantara’
WADUUUUUH! APA APA AN INI..............
Aku melihat fanya yang baru memasuki lobby sembari memarkir mobilku tadi, aku langsung menarik tangan nya. “Bacadeh” ujarku pada fanya..
‘Anak pengusaha Kaya yang berotak jenius, penulis muda yang berkelut di bidang sastra, davina argantara’.
“Berita apaan ini dav?” tanya fanya.
“Mana ane tau, ini kerjaan mama papa pasti duh bete gue” ujar davina yang kesal.

***
“kamu yakin ngga mau masuk kelas?” tanya fanya.
“lo tau kan gue bete fan sumpah gue bete banget”
“kenapa logat mu jakarta banget sih sekarang? Kamu kok beda sih,” ujar fanya mengernyitkan dahi
“justru itu, gue mau berubahh jadi seseorang yang ngga papa mama kenal tapi tetep jadi seseorang yang lo kenal, sorry ya fan kalau gue gini..”
“It’s okay, I’ll understand.. jadi apa salahnya kalau fania rasya kurniadiantoro juga berlogat jakarta? Biar kita tetep kompak gitu, lagian kita tinggal di jakarta baku  banget gilee kalau bahasaan ‘aku dan kamu’ “ ujar fanya.
“Aku dan kamu selalu bersama habiskan malam walau tanpa bintang” gue nyanyi menyindir fanya.
“HAIIII LOLY HERMANSYAH” teriak fanya menghiasi seluruh ruangan di kedai kopi tersebut
“Sotoy lo sumpah”
“Kapan lo mau nulis lagi dav? Gue kangen, ajegileee ‘gue’ nih sekarang biasanya juga ‘aku’ WAHAHA, lanjutdeh... kapan nih ? gue kangen nih liat nama lo terpampang di cover buku lo..” ujar fanya yang kicau-an nya mulai seperti burung kakatua dan sejenisnya yang kelaperaaaan di siang bolong.
“Secepatnya” jawab gue singkat
“Lo sejak kapan sih dav jadi konsumen kopi akut ?” tanya fanya
“Pecandu kopi maksut lo?” tanya balik gue
“Iyelah nyet”
“Sejak semua berubah, sejak semua tak lagi sama, sejak semua hamparan langit yang indah menjadi langit yang penuh dengan kobaran api, saat cinta gue di khianatin, saat kasih sayang gue di abaikan sama papa mama, saat papa jadi monster galak.....saat...............” hening kemudian. Tak keluar satupun kata dari mulut gue.
“Saat apaa dav? Cerita deh sama gue, mumpung kita lagi nggak di kampus” ujar fanya
“Saat 2 sahabat gue berubah jadi orang beringas yang membawa bambu runcing dan menusukkan nya ke punggung gue” jawab gue
“MAKSUTLOOO?” fanya bingung
“Santai serasa di pantai dong neng, salah satu dari sahabat gue bukan lo kok, lo itu langka banget kudu di museum’kan WAKAKA” ujar gue cekikikan berusaha mencairkan hati gue yang panas
“Jadi? Cerita gih buruan” kata fanya
“Dulu, ini dulu ya.. gue punya 2 sahabat deket, bener bener temen yang udah gue anggap sahabat banget tapi suatu saat mereka beda sikap saat mereka tau, pacar gue yang namanya Dewa, itu cowok populer, cowok ganteng, cowok kece.. Dewa pacar pertama fan, makanya gue amat sangat menyayangkan sekali saat dea dan sinta ngerebut dewa dari gue, dewa di buat giliran fan, mana tega gue, tapi si dewa nya juga bego kebangetan , mau aja di bego’in sama wanita bertopeng”
“Terus lo ngga nolongin dewa keluar dari jerat wanita wanita licik itu?” tanya fanya
“Gue udah berusaha semampu gue, sampe pelajaran gue ngga konsen, mana itu pas mau UNAS SMP.. tapi si dewa mungkin betah kali ya jadi dia ngga peduliin bantuan gue, yaudah gue berusaha lepasin, relain dan ikhlasin” perjelas gue
“ Iyasih betul.. beneran ikhlas? Tapi kok raut wajah lo berubah gitu?” tanya fanya
“Sebenarnya, belum. Belum ikhlas” jawab gue singkat
“Memang, melepas seseorang yang kita sayang itu ngga mudah, tapi apa salahnya mencoba jika itu untuk kebaikan kita. Cinta itu pengorbanan dav, gue tau sakit di hati lo bikin ego lo membesar, tapi cinta yang mengandalkan ego itu bukan cinta namanya, tapi obsesi” ujar fanya.

Omongan fanya selalu benar. Obrolan ringan inilah yang selalu menghadirkan kehangatan di hati gue. Obrolan dengan orang yang mengerti diri gue lebih dari orang tua gue.
***


Sejak saat itu, gue benar-benar belajar caranya melupakan.. hingga tak ada lagi ingatan tentang Dewa yang menghantui pikiran gue. ‘Hai, Dewa surya ajibagus... semoga dea dan sinta selalu ada waktu ya buat lo, ngga kayak gue yang sibuk dengan prestasi gue’ cengingis gue di depan cermin.
‘fan, gue mandi dulu ya.. kalau ada telepon dari papa atau mama, reject aja.” Perintah gue
‘siap bos’.

***

SMS masuk. Dari nomor yang tidak tersimpan di phonebook. Fanya merasa berhak membuka sms itu, di bukanyalah.

‘Davina, ini jiaji.. kalaupun kamu lupa panggilan itu, sebut aja dewa deh, aku dewa aku pengen ketemu sama kamu, sebentar aja, boleh?’
Fanya langsung mencatat nomor dewa di handphone nya, di delete nya sms masuk dari dewa di inbox handphone davina.
Di balas nyalah melalui nomor fanya.
‘Iya ini fanya, gue mau ketemu sama lo, kalo lo bisa.. temuin gue di daerah kebayoran baru’
‘Siapa nya davina?’ balasan dari dewa masuk ke inbox fanya.
‘Sahabatnya dari bayi, buruan ya, gue on the way sekarang’
Akhirnya tanpa berpikir lama fanya meluncur mengendarai mobil sportnya. Ya, fanya juga termasuk orang mampu yang hartanya bisa di bilang tertimbun di bawah tanah, tapi dia juga bersifat sederhana.
‘Gue udah sampe, ketemuan di chocolate koffie cafe. Gue duduk di lantai 2 cafe, pake kemeja biru jeans polos, rambut panjang kriting, duduk di pojok’
‘Ya gue dijalan’
20 menit fanya menunggu, akhirnya orang yang di tunggu tunggu datang juga.
‘Gue naik ke lantai 2’ ujar dewa
Fanya mengamati area tangga dari tempat duduknya sembari menyerupuk coklat hangat yang Ia pesan.
Dewa berjalan menghampiri fanya.
Kini dewa berada di hadapan fanya. Berdiri. Tampak kebingungan.
‘oh jadi ini, pangeran berkuda putih nya davina yang kemudian sosoknya berubah jadi pangeran kegelapan?’ sindir fanya.
‘maksut lo? Davina cerita apa aja tentang gue ke elo?’ tanya dewa yang kemudian duduk di sofa depan fanya.
‘ganteng, bener. Eksis, kayaknya. Keren, bener. Kece, banget. Semua yang davina bilang ngga ada yang bohong, tapi sayangnya tingkah laku lo ga bisa di bilang bener. Lo tau, selama ini di balik perlakuan menyakiti lo terhadap davina, dia selalu muji muji elo tanpa katakata jelek yang terlontar sedikitpun dari mulut dia! Gara gara lo, eh ga semua garagara lo sih, sebagian faktor penyebabnya elo lah pokoknya, dia jadi pecandu kopi akut, dia jadi males malesan kuliah, melankolis banget, sifat penggila bukunya hilang, dan yang paling parah, davina bukan peri yang lembut lagi, gaya bahasa dia aja udah kasar’ perjelas fanya
“gue tau gue salah, 2 cewek temen deket davina itu cuma morotin gue, sampe iPad gue dipinjem ga kembali, parah kan, matre banget. Ngga kayak davina, selain hidupnya yang udah tercukupi, dia selalu bersyukur walau gue tau dia kesiksa, kelas 2 SMA, saat kejadian papa mamanya berubah, dia sms gue kaya gini ‘papa mama udah berubah, sama berubahnya sama kayak kamu’ gue amat merasa bersalah” ujar dewa dengan wajah sendu.
“Bagusdeh kalau elo sadar dan punya rasa bersalah, bagus deh elo ngga kaya bokap and nyokapnya davina yang ngga punya sense of guilt sama sekali” kata fanya dengan mata melotot
“Lo, bisa bawa gue ketemu davina ? gue mau ngajak dia balikan dan gue mau bantu dia mengembalikan serpihan hati yang gue pecahin, yang tanpa sadar udah gue remukin tanpa gue sentuh” mohon dewa.
“Gue ngga bisa bawa lo ketemu davina, biar gue yang mewakili omongan lo ke davina..kalau waktu udah pas, gue bakalan ngontact lo lagi, gue balik dulu ya”
“Oke, thanks banget. Sebelumnya siapa nama lo tadi?” tanya dewa
“Fania rasya kurniadiantoro, panggilannya fanya, thanks udah mau ketemu”
“Oke”
Setelah fanya meninggalkan cafe itu, si dewa membeo sendirian di depan secangkir kopi hangat yang belum ia minum setetespun.
“Fania rasya kurniadiantoro... bukannya itu nama anak pembisnis terkenal? Emangsih derajat masih di bawah om bram argantara papanya davina, tapi sekarang gue tau, papanya fanya salah satu rekan kerja papa selain om bram...”
Adalagi fakta baru. Papa fanya, papa davina dan papa dewa saling bekerjasama. Itu sebabnya dewa beringas layaknya davina sekarang, karena kurangnya perhatian, karena papanya sibuk dengan bisnis dan jarang pulang kerumah, dan mama dewa pun telah meninggal saat dewa kelas 5SD. Kalau fanya, masih ada mama nya yang tidak menjadi wanita karier seperti mama davina.


[Lanjut ke >> “Rasa sayang ada karena sebuah perhatian”]


-Rebecca